Sebatas suka (cerpen)
Sebatas suka
oleh : Hijrah Anggraini Nashuha
cinta datang bagaikan angin yang berhembus. Tak terduga tapi nyata. Tak terlihat tapi terasa. Terasa sejuk dan damai saat angin tersebut menerpa tubuh. Begitu pula dengan cinta. Cinta pergi bagaikan topan. Sekejap tapi merusak segalanya. Selalu teringat dan menyakitkan. Terlalu pahit untuk dikenang dan terlalu manis untuk dilupakan. Bahkan butuh waktu yang tidak sebentar untuk memperbaiki segalanya.
Pagi ini terasa dingin angin bertiup sedikit kencang masuk jendela kamarku, membuat bulu kudukku meremang. Dengan sigap aku bangun dari tempat tidurku, seperti biasa membantu ibu di dapur lalu bersiap-siap untuk ke sekolah. Hari ini aku tidak sabar untuk ke sekolah. Bukan karena aku suka belajar tapi aku suka saat perjalanan ke sekolah. Karena aku akan melewati rumahnya, biasanya dia ada di depan rumah, jika tidak beruntung depan rumahnya kosong, jika beruntung aku bisa satu jalan dengannya, maksudku dia sedang melesat di jalan yang kulalui. Di saat- saat seperti itulah aku merasa seperti gugup, kadang tersenyum sendiri seperti orang bodoh. Tapi apapun itu aku bahagia. Meskipun dia lebih sering menyalip diriku. Dan itu terasa seolah-olah dia menyapaku. Tentu saja ini hanya perasaanku saja. Pada kenyataannya saat ia menyalipku terkadang ia membunyikan klakson, yang tandanya meminta pada diriku agar aku sedikit minggir, tapi bagiku itu adalah bentuk dari sapaannya.
Aku tidak pernah tahu namanya, tidak pernah melihat rupanya dalam jarak pandang dekat, tapi saat aku melihat siluet dirinya di jalan aku langsung merasa senang dan ada sesuatu yang meluap- luap di dalam hatiku. Tidak setiap hari aku bisa melihatnya. Rasa rindu itu menumpuk berhari- hari bahkan seminggu lebih, dan itu membuatku seperti merasakan kehilangan semangat hidup.Untuk satu ini aku rasa berlebihan, tapi memang itu yang aku rasakan. Rasa rindu itu akan terbayar saat ia kembali menyalipku di jalan, dan aku kembali mendapatkan semangat hidup.
Pernah suatu ketika saat pulang sekolah ia ada di delakangku, seperti biasa ia hendak menyalipku, tapi berhubung dari arah berlainan selalu ada kendaraan lain, ia selalu di belakangku, hingga ia sampai di rumahnya dan berbelok. Itu durasi terlama aku satu jalan dengan dia dan dia selalu di belakangku. Aku tak henti- hentinya tersenyum, sambil terkikik geli saat ia hendak menyalipku tapi tak jadi. Tapi apakah ia tahu jika aku memperhatikannya? Aku tak ingin berpikir terlalu jauh. Jika ia merasa terganggu ia pasti akan menegurku, karena ia diam saja berarti ia tidak menyadari bahwa aku memperhatikannya.
Tapi akhir- akhir ini ia tak pernah menyalipku, tak pernah ada di depan rumah, dan rumahnya selalu kosong baik pagi saat aku berangkat sekolah maupun sore saat aku pulang sekolah. Dan aku kembali kehilangan semangat hidupku. Hal itu berlanjut selama beberapa bulan. Dan ternyata aku masih bisa bertahan hidup tanpa melihatnya. Aku mulai berpikir yang tidak- tidak. Ada apa gerangan? Mengapa rumahnya kosong? Pertanyaan itu selalu muncul dalam benakmu. Namun itu hanya sebatas pertanyaan dalam hati karena aku tidak pernah bertanya pada orang lain dan aku tidak tahu jawabannya.
Lama- kelamaan aku mulai melupakannya yang sering menyalipku di jalan raya. Hingga saat aku hampir benar- benar melupakannya, tak sengaja kulihat rumahnya ada tuilisa "DIJUAL". Rumah yang kini tak pernah kuperhatikan lagi, karena tidak ada dirinya. Aku mulai berpikir jika rumah itu dijual berarti ia juga pergi. Berarti aku tidak akan bertemu lagi dengannya. Jujur saja hal itu tidak berefek apapun padaku, aku tidak sedih, tidak galau apalagi bunuh diri. Kupikir jika ada orang yang bunuh diri karena cintanya kandas ataupun bertepuk sebelah tangan itu adalah kematian yang konyol. Dia sudah tak berarti lagi bagiku, karena aku hanya sebatas suka. Tapi satu hal yang kusesali, mengapa dulu aku menyukainya? Menyukai benda mati beroda empat berwarna hitam dengan motif warna ungu.sampai sekarang aku tidak tahu jawabannya. Aku juga tidak pernah ingin tahu siapa yang mengemudikan mobil itu. Entah perempuan atau laki- laki aku tak tahu. Satu hal yang kutahu aku menyukai mobil itu. Mungkin jika aku berjumpa lagi dengannya aku akan terpesona dan jatuh cinta kembali padanya, atau bahkan cuek saja seperti tidak kenal dan seolah-olah aku tidak pernah menyukainya.
Jika mengingat hal itu aku merasa bodoh, tapi juga merasa bahagia. Setidaknya aku pernah menyukai, tepatnya jatuh cinta walau kepada benda mati. Jangan menganggapku gila, konyol mungkin tak apa. Jika berjodoh, suatu saat pasti akan bertemu walau dengan keadaan yang berbeda.
kadang aku rindu mobil itu.. seperti merindukanmu yang pernah kucintai... ciyee...
oleh : Hijrah Anggraini Nashuha
cinta datang bagaikan angin yang berhembus. Tak terduga tapi nyata. Tak terlihat tapi terasa. Terasa sejuk dan damai saat angin tersebut menerpa tubuh. Begitu pula dengan cinta. Cinta pergi bagaikan topan. Sekejap tapi merusak segalanya. Selalu teringat dan menyakitkan. Terlalu pahit untuk dikenang dan terlalu manis untuk dilupakan. Bahkan butuh waktu yang tidak sebentar untuk memperbaiki segalanya.
Pagi ini terasa dingin angin bertiup sedikit kencang masuk jendela kamarku, membuat bulu kudukku meremang. Dengan sigap aku bangun dari tempat tidurku, seperti biasa membantu ibu di dapur lalu bersiap-siap untuk ke sekolah. Hari ini aku tidak sabar untuk ke sekolah. Bukan karena aku suka belajar tapi aku suka saat perjalanan ke sekolah. Karena aku akan melewati rumahnya, biasanya dia ada di depan rumah, jika tidak beruntung depan rumahnya kosong, jika beruntung aku bisa satu jalan dengannya, maksudku dia sedang melesat di jalan yang kulalui. Di saat- saat seperti itulah aku merasa seperti gugup, kadang tersenyum sendiri seperti orang bodoh. Tapi apapun itu aku bahagia. Meskipun dia lebih sering menyalip diriku. Dan itu terasa seolah-olah dia menyapaku. Tentu saja ini hanya perasaanku saja. Pada kenyataannya saat ia menyalipku terkadang ia membunyikan klakson, yang tandanya meminta pada diriku agar aku sedikit minggir, tapi bagiku itu adalah bentuk dari sapaannya.
Aku tidak pernah tahu namanya, tidak pernah melihat rupanya dalam jarak pandang dekat, tapi saat aku melihat siluet dirinya di jalan aku langsung merasa senang dan ada sesuatu yang meluap- luap di dalam hatiku. Tidak setiap hari aku bisa melihatnya. Rasa rindu itu menumpuk berhari- hari bahkan seminggu lebih, dan itu membuatku seperti merasakan kehilangan semangat hidup.Untuk satu ini aku rasa berlebihan, tapi memang itu yang aku rasakan. Rasa rindu itu akan terbayar saat ia kembali menyalipku di jalan, dan aku kembali mendapatkan semangat hidup.
Pernah suatu ketika saat pulang sekolah ia ada di delakangku, seperti biasa ia hendak menyalipku, tapi berhubung dari arah berlainan selalu ada kendaraan lain, ia selalu di belakangku, hingga ia sampai di rumahnya dan berbelok. Itu durasi terlama aku satu jalan dengan dia dan dia selalu di belakangku. Aku tak henti- hentinya tersenyum, sambil terkikik geli saat ia hendak menyalipku tapi tak jadi. Tapi apakah ia tahu jika aku memperhatikannya? Aku tak ingin berpikir terlalu jauh. Jika ia merasa terganggu ia pasti akan menegurku, karena ia diam saja berarti ia tidak menyadari bahwa aku memperhatikannya.
Tapi akhir- akhir ini ia tak pernah menyalipku, tak pernah ada di depan rumah, dan rumahnya selalu kosong baik pagi saat aku berangkat sekolah maupun sore saat aku pulang sekolah. Dan aku kembali kehilangan semangat hidupku. Hal itu berlanjut selama beberapa bulan. Dan ternyata aku masih bisa bertahan hidup tanpa melihatnya. Aku mulai berpikir yang tidak- tidak. Ada apa gerangan? Mengapa rumahnya kosong? Pertanyaan itu selalu muncul dalam benakmu. Namun itu hanya sebatas pertanyaan dalam hati karena aku tidak pernah bertanya pada orang lain dan aku tidak tahu jawabannya.
Lama- kelamaan aku mulai melupakannya yang sering menyalipku di jalan raya. Hingga saat aku hampir benar- benar melupakannya, tak sengaja kulihat rumahnya ada tuilisa "DIJUAL". Rumah yang kini tak pernah kuperhatikan lagi, karena tidak ada dirinya. Aku mulai berpikir jika rumah itu dijual berarti ia juga pergi. Berarti aku tidak akan bertemu lagi dengannya. Jujur saja hal itu tidak berefek apapun padaku, aku tidak sedih, tidak galau apalagi bunuh diri. Kupikir jika ada orang yang bunuh diri karena cintanya kandas ataupun bertepuk sebelah tangan itu adalah kematian yang konyol. Dia sudah tak berarti lagi bagiku, karena aku hanya sebatas suka. Tapi satu hal yang kusesali, mengapa dulu aku menyukainya? Menyukai benda mati beroda empat berwarna hitam dengan motif warna ungu.sampai sekarang aku tidak tahu jawabannya. Aku juga tidak pernah ingin tahu siapa yang mengemudikan mobil itu. Entah perempuan atau laki- laki aku tak tahu. Satu hal yang kutahu aku menyukai mobil itu. Mungkin jika aku berjumpa lagi dengannya aku akan terpesona dan jatuh cinta kembali padanya, atau bahkan cuek saja seperti tidak kenal dan seolah-olah aku tidak pernah menyukainya.
Jika mengingat hal itu aku merasa bodoh, tapi juga merasa bahagia. Setidaknya aku pernah menyukai, tepatnya jatuh cinta walau kepada benda mati. Jangan menganggapku gila, konyol mungkin tak apa. Jika berjodoh, suatu saat pasti akan bertemu walau dengan keadaan yang berbeda.
kadang aku rindu mobil itu.. seperti merindukanmu yang pernah kucintai... ciyee...
Comments
Post a Comment