Salah pengertian (Cerpen tentang pajak motor)

Salah Pengertian
oleh : Hijrah Anggraini Nashuha

ketika aku mengalami hal yang tidak kuinginkan. Di situlah aku tahu bahwa apa yang kuyakini selama ini belum tentu benar. Saat itulah aku tahu bahwa aku telah salah pengertian.
"priiitttt....!!" suara peluit menghentikanku. Polisi itu menyetopku. "sial" umpatku dalam hati. Aku sungguh tak menyangka jalan yang sering kulalui ada razia. Sungguh sial aku ini.
"silakan minggir" ucap polisi itu, dengan kacamata hitam bertengger di wajahnya. Mungkin ia merasa lebih keren. Padahal ia memang cukup keren. Di saat seperti ini justru aku berpikiran yang tidak-tidak. Segera saja aku minggir.
"matikan dulu motornya" kata polisi itu. Aku hanya mengangguk dan mematikan motorku.
"punya SIM?" tanyanya.
"punya pak" jawabku tegas. Untung saja aku sudah mengurus SIM enam bulan yang lalu.
"mana? Sama STNK juga!" katanya lagi. Aku segera mengambil SIM dan STNK. Lalu memberikannya pada polisi itu.
"pak, saya orangnya taat hukum, sepeda saya standart, pakai helm SNI, SIM ada, STNK ada, sekarang boleh jalankan, pak? Tanyaku bangga.
Pak polisi itu hanya diam saja sambil memerhatikan SIM dan STNK milikku.
"ini STNKnya mati pajak, mbak"
"apa iya pak?" tanyaku. Pasalnya aku tidak menyadarinya.
"lihat berlaku sampai bulan September sekarang bulan Desember" kata polisi itu sambil pergi menyerahkan pada polisi yang lain.
"terus, saya gimana pak?" tanyaku gusar. Sebab ini pertama kalinya aku kena razia.
"silakan antri giliran sama bapak itu" katanya sambil menunjuk polisi lain.
Ia langsung pergi dan melanjutkan pekerjaannya menyetop kendaraan yang lewat.
Aku langsung menuju bapak polis yang satunya. Ternyata ada banyak polisi di sini. Tapi lebih banyak yang kena razia. Satu per satu ditanya. Kebanyakan dari mereka tak memiliki SIM. Sial pikirku, aku yang punya SIM saja masih kena razia, hanya karena lupa belum bayar pajak motor.
"STNK ini punya siapa?" tanya polisi.
"punya saya pak" kataku.
"bayar di tempat atau sidang?"
"hah? Maksudnya pak?"
"kamu bayar denda di sini, atau sidang lain hari?"
"kalau sidang bayarnya apa lebih mahal pak?"
" tergantung hakimnya, bisa lebih murah, bisa juga lebih mahal"
"ya, udah deh pah, di tempat aja"
"lima puluh ribu"
dengan berat hati kuberikan uang Rp. 50.000 kepada polisi itu. SIM dan STNK-ku dikembalikan serta sebuah kertas berwarna pink yang berisikan bahwa aku telah didenda.
Setelah itu segera aku lanjutkan perjalananku. Aku sudah terlambat untuk masuk kuliah. Mungkin sekarang sudah selesai karena lebih dari satu jam aku di tempat tadi. Menyebalkan. Akhirnya aku sampai di kampusku. Benar saja teman sekelasku sudah istirahat. Segera saja aku menghampirinya.
"huh" keluhku sambil duduk di sebelahnya.
"kenapa datang-datang merengut gitu?"
"tadi kena razia" kataku lemas.
"razia narkoba" katanya mengejek.
" sialan, emang aku cewek apaan, tadi aku ditilang polisi tahu"
" oh kirain, emang kamu kenapa? Bukannya udah punya SIM?"
"udah, cuma gara - gara STNK aku mati pajak, aku belum bayar pajaknya, udah telat 3 bulan"
"hahahaha......" dia tertawa terpingkal-pingkal.
"bukannya prihatin, justru diketawain"
"gimana nggak ketawa kamunya sih, bodoh banget, mau aja ditilang polisi padahal polisi itu nggak punya hak buat tilang kalau urusan pajak"
"apa iya?" tanyaku melongo.
"meskipun bukan mahasiswa hukum, aku tah kalau cuma kayak gitu, kamu aja yang nggak tahu hahaha.." katanya masih tertawa. "siaalll...." kataku gemes.
"Kok aku bisa nggak tahu hal sepele kayak gitu" lanjutku.
"trus gimana bayar di tempat atau sidang?"
"bayar di tempat"
"hahaha...tuh kan ketahuan banget nggak tahunya"
"emang kenapa? Nanti kalau sidang lebih mahal, repot, ditambah lagi nggak langsung hari itu juga"
"siapa yang bilang sidang mahal? Lebih murah tahu, kalau sidang kamu bisa cuma bayar 35 ribu, lama soalnya banyak yang antri, kalau di tempat belum tentu masuk kas negara, bisa jadi masuk kantong polisi"
"apa iya?"
"ya tergantung polisinya juga sih, namanya juga oknum"
" kok aku kayak orang bodoh ya? Nggak tahu apa-apa"
"baru nyadar, hahaha.."
aku hanya cemberut saja mendengarnya tertawa. Sial sekali aku hari ini.
"oh iya, kamu nggak bayar pajak motor kenapa?" tanyanya.
"aku lupa, nggak nyadar aja kalau udah waktunya bayar pajak"
"makanya dicek, jangan lupa atau emang nggak mau ingat, rakyat Indonesia banyak yang nuntut Indonesia maju. Tapi bayar pajak aja telat-telat" katanya marah-marah.
"kenapa marahnya sama aku?"
"kamu kan salah satunya"
"huh, tapi aku kan lupa" kataku kesal.
"yang penting dibayar, jadilah orang yang membayar pajak tepat waktu, kayak aku" katanya nyengir.
"iya deh, nanti temenin aku ya? Sepulang kuliah." pintaku.
"siipp" katanya mengancungkan dua jempol.
Memang hari itu hari yang sial buatku. Tapi setidaknya aku tahu kebenarannya sejak itu. Aku juga tidak pernah lagi telat bayar pajak. Biarpun tidak ditilang, tapi demi kemajuan bangsa ini sebagai salah satu warga yang taat dan mau mendukung maka aku selalu tepat bayar pajak. Semoga bukan hanya aku saja tapi banyak yang lain. Jangan samapai telat bayar pajak apalagi tidak bayar. Jika ingin negara maju, bayarlah pajak tepat waktu.

SELESAI

Comments

Popular posts from this blog

ARTIKEL BADMINTON/BULU TANGKIS DALAM BAHASA INGGRIS DAN ARTINYA

CONTOH SOAL AKUNTANSI (transaksi)

contoh soal akuntansi buku besar pembantu