Essay tentang Gadget di Era Digital Bagi Kaum Millenial


Gadget Mengikis Rasa Peduli
Karya : Hijrah Anggraini Nashuha
72 tahun Indonesia merdeka. Waktu yang singkat jika dibandingkan dengan 3.5 abad Indonesia dijajah. Butuh waktu 3.5 abad bagi Indonesia untuk merdeka. Namun itu bukan masalah saat ini, Indonesia telah merdeka. Pemuda-pemudi bangsa saat ini tak perlu merasakan penderitaan kerja Rodi, tak perlu merasakan beratnya tanam paksa, tak perlu merasakan rasa lapar yang sangat melilit sampai mati. Kita, aku dan kamu tak perlu merasakan semua penderitaan itu, tapi semangat untuk terus memajukan bangsa haruslah kita miliki sampai akhir hayat ini. Itulah perjuangan kita, melanjutkan perjuangan mereka yang memerdekakan Indonesia, dan kita sebagai generasi bangsa yang harus memajukan Indonesia. Semakin baik lagi dan lagi, hingga tak ada lagi rakyat yang hidup terlunta-lunta, tak ada lagi pengemis dan gelandangan, tak ada lagi rakyat yang demo karena sembako naik.
72 tahun Indonesia merdeka, perubahan demi perubahan terjadi. Jalankan menonton bioskop menonton TV pun harus berkumpul satu kampung di rumah salah satu warga yang memiliki TV itu pun hitam putih. Jalankan naik motor dan mobil, naik sepeda itupun sudah mewah. Jalankan bersekolah sampai tinggi bisa membaca dan menulis pun sudah bersyukur. Jalankan menikmati enaknya makanan bergizi, bisa makan nasi pun mereka tersenyum. Jalankan memiliki gadget, bisa berkomunikasi dengan doa pun mereka bahagia.
Sungguh dunia berubah sangat pesatnya, begitu pun Indonesia yang tak bisa dipungkiri telah memasuki era digital. Gadget telah menjadi makanan sehari-hari bagi generasi muda saat ini. Seolah tanpa gadget hidup mereka tak berharga dan tak ada gunanya. Seolah tanpa gadget hidup sangat membosankan dan menjenuhkan. Seolah tanpa gadget mereka akan mati. Ironis memang, mengakui bahwa itulah generasi bangsa. Generasi yang tidak bisa lepas dari gadget, yang sekadar untuk bermain game dan chatting dengan si doi. Tak sedikit yang memanfaatkan gadget untuk hal-hal positif seperti berkomunikasi, mencari ilmu di internet ataupun menulis. Tapi, lebih banyak waktu mereka curahkan untuk bermain game dan chatting dengan doi.
Di era digital ini entah sadar atau tidak generasi muda telah terkikis rasa pedulinya. Enath itu pada orang tuanya, teman-temannya, lingkungannya, juga pada Negara dan bangsanya. Kecanduan gadget membuat mereka lupa bahwa ada orang lain diantara dirinya. Kecanduan gadget membuatnya lupa cara bicara yang baik dan benar. Kecanduan gadget membuatnya acuh pada negeri ini.
Saya sering memperhatikan tingkah laku generasi bangsa saat ini. Bagaimana mereka terlihat cerewet di media social namun sangat pendiam di dunia nyata. Bagaimana generasi bangsa ini koar-koar di  media social tentang peduli kebersihan tapi membuang sampah sembarangan. Bagaimana generasi bangsa menuliskan jujur sebagai kunci hidupnya tapi saat ujian menyontek. Gadget telah mengubah mereka menjadi seorang pembohong, yang terlihat peduli tapi sebenarnya tak mengerti apapun. Gadget mengubah mereka menjadi sosok yang acuh pada keadaan di sekitarnya juga tentang negaranya.
Banyak kejadian-kejadian kecil yang menunjukkan bahwa rasa peduli generasi muda saat ini telah terkikis oleh gadget. Menyapa. itulah hal pertama yang mulai hilang dari kebudayaan Indonesia. Bukankah Indonesia terkenal karena ramahnya? Namun, pada nyatanya budaya menyapa ini mulai hilang dari peradaban. Generasi bangsa ini seolah tak mengakui bahwa menyapa adalah budaya bangsa yang harus dilestarikan.
Dengan gadget dan media social generasi muda dengan mudahnya menulis pesan atau status “Selamat pagi temanku, selamat pagi dunia, selamat pagi gebetan, selamat malam semua.” Dan sapaan lainnya yang dengan mudah mereka tulis di status atau mengirim gombalan kepada si doi. Tapi di dunia nyata sungguh sangat berbeda. Mereka sibuk menyapa orang yang tak terlihat tapi lupa bahwa ia baru saja melewati orang yang lebih tua. Sambil memegang gadget generasi muda tersenyum pada gadgetnya dan menulis sapaan untuk orang yang jauh di sana, tapi melengos begitu saja ketika lewat di hadapan orang tua. Jalankan menyapa, tersenyum pun tidak. Lebih parah lagi, mereka pura-pura tak melihat bahwa ada orang di depannya, yang seharusnya ia sapa dengan hormat.
Melalui gadget generasi muda berkoar-koar tentang peduli lingkungan tapi pada kenyataannya mereka sendiri membuang sampah sembarangan. Sungguh seolah apa yang mereka tulis di sana hanya sebuah pencitraan, agar terlihat baik di mata orang yang membacanya. Tapi di kehidupan nyata, melihat sampah di sembarang tempat mereka tak peduli. Tak mencoba untuk memungutnya dan membuang pada tempat sampah, justru hanya berkomentar “Ih, siapa sih buang sampah sembarangan? Bikin kotor aja!”. Belum lagi mereka sendiri ternyata yang membuang sampah sembarangan.
Suatu ketika generasi muda ini sedang berdiam diri di kamar sambil memainkan gadgetnya, kemudian sang ibu memanggilnya dari dapur, tapi apalah daya saking asyiknya bermain gadget ia tak mendengar seruan ibunya. Hingga sang ibu akhirnya datang ke kamar anaknya menahan rasa kesal. Tambah kesal lah sang ibu ternyata sang anak hanya sibuk memainkan gadgetnya.
“Ibu panggil dari tadi, kok nggak nyahut? Ibu sibuk di dapur, daripada sibuk main gadget lebih baik bantu ibu masak,” ujar sang ibu pada anaknya.
“Iya Bu, maaf tadi nggak denger!” balasnya tanpa memandang ibunya, dan masih asyik membalas chat dari temannya. Ibunya hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah anaknya. Ingin rasanya untuk memarahi, tapi yang dimarahi pun tak mencoba untuk berubah. Akhirnya ia keluar dan melanjutkan aktivitasnya di dapur seorang diri. Itulah gadget mengikis rasa peduli bahkan untuk ibunya sendiri, berbicara tak memandang ibunya tapi memandang gadgetnya sambil terus mengetik untuk membalas chat dari si doi.
Banyak berita di internet yang belum tentu kebenarannya, tentang isu-isu buruknya kinerja pemerintah, tentang si A korupsi, tentang si A selingkuh dengan si B, padahal suaminya si C, generasi muda ikut mengomentari masalah tapi tidak tahu duduk masalah. Sungguh, terkadang gadget menyesatkan generasi muda dengan adanya berita-berita hoax, dan yang lebih parah adalah generasi muda mudah terpancing pada isu-isu tersebut tanpa mencari tahu lebih dalam tentang kebenaran masalah tersebut.
Belum lagi, setelah mereka berkomentar, dengan bangganya generasi muda menyebarkan berita hoak tersebut agar orang lain membacanya dan dengan begitu orang lain akan salah persepsi dan turut berkomentar tanpa mengerti duduk masalahnya juga. Ya, karena gadget dan media social yang salah pun menjadi benar dan yang benar tenggelam kebenarannya. Orang-orang hanya membenarkan apa yang menurut mereka benar tanpa peduli kebenarannya. Lagi lagi kepedulian terkikis oleh gadget.
Masih masalah gadget dan media social, dengan media social dari membaca berita hoax kemudian generasi muda hanya bisa membuat status, kicauan, tulisan yang hanya bersifat mnyindir kinerja pemerintah tanpa memberi solusi. Mengutarakan pendapat dan kritikan adalah hak setiap manusia, siapapun itu boleh mengutarakan pendapatnya asal dengan cara yang baik dan benar, alangkah lebih baik jika memberi solusi untuk kebaikan selanjutnya. Bukan hanya menyindir dan nyinyir di sosial media, tapi tidak melakukan tindakan apapun di dunia nyata bahkan sekadar saran pun tidak.
Bukannya menebar kebaikan melalui gadget kebanyakan generasi muda saat ini menebar kebencian dengan membuat isu-isu miring yang tidak jelas. Hanya demi ketenaran    semata, banyak isu-isu beredar yang menarik perhatian padahal belum tentu kebenarannya. Tahukah, yang menulis itu adalah generasi muda yang telah kehilangan kepedulian pada orang lain, mereka yang menyebarkan isu-isu itu adalah mereka generasi muda yang tak berintegritas. Tanpa mereka sadari mereka telah menipu di dunia maya dengan tulisan-tulisan bohongnya. Lalu bagaimana Indonesia maju di era digital ini ketika generasi muda telah kehilangan rasa peduli untuk membangun bangsa, kehilangan integritas diri yang sebagai kunci utama sebagai sosok penerus bangsa ini.
Menghina dan menghujat orang lain. Itulah hal negatif yang generasi muda lakukan melalui gadget dan media sosial. Terutama kepada pejabat tinggi dan pemerintah, generasi muda seolah hanya melihat dari sisi keburukan tanpa memandang sisi kebaikan yang telah dilakukan oleh mereka. Sekalipun memang benar mereka melakukan kesalahan, tak seharusnya menghujat dan menghina mereka. Tapi menjadikan itu sebagai pelajaran, bahwa hal seperti itu tak patut ditiru, justru instropeksi diri “sudahkah saya berkontribusi untuk negeri ini?”
Di media sosial generasi muda memiliki banyak teman maya, mulai dari luar desa, luar kota, sampai luar negeri. Mereka chatting dengan akrabnya seolah mereka adalah teman yang selalu ada, padahal mereka jauh di sana yang sangat jarang bisa membantu ketika ada masalah. Mereka hanya turut, memberi semangat melalui tulisan, itupun jika hubungan teman yang terjalin sangat dekat. Tapi saking asyiknya memiliki teman jauh, generasi muda lupa bahwa mereka memiliki tetangga, bahkan lebih parah lagi mereka tak mengenal siapa  tetangga mereka. Padahal tetangga adalah orang pertama yang bisa membantu ketika kita ada masalah di rumah. Miris memang, gadget dan media social mendekatkan yang jauh tapi melupakan yang dekat. Menjalin hubungan yang baik dengan banyak orang adalah hal yang baik, tapi satu hal yang harus diingat adalah jangan melupakan teman atau orang-orang lama yang pernah dikenal.
Lupa kepada Tuhan, karena sibuk dengan gadgetnya. Hal ini sering kali terjadi, ketika generasi sibuk dengan gadgetnya, dan sudah masuk waktu untuk beribadah. Karena gadget mereka malas dan menunda-nunda waktu untuk beribadah hingga waktu beribadah itu habis mereka belum melaksanakan kewajibannya. Bahkan kepeduliannya pada Tuhan pun turut terkikis ketika generasi muda kecanduan pada gadget. Apalah sulitnya meninggalkan gadget selama lima menit untuk sekadar beribadah? Yang menolong manusia di akhirat bukanlah status-status kebaikan di media sosial yang penuh pencitraan tapi amal kebaikan yang telah nyata dilakukan. Setidaknya, lakukanlah kewajiban sebagai hamba Tuhan.
Ramah di chatting media sosial tapi acuh dengan keluarga. Hal ini sering kali terjadi contoh yang telah dipaparkan adalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ketika seorang ibu memanggil anaknya yang sibuk main gadget dan si anak tidak mendengar karena sibuk dengan gadgetnya. Sungguh, betapa sedihnya orang tua ketika generasi muda saat ini kehilangan rasa hormat dan peduli pada mereka. Padahal dengan penuh kasih sayang dan cinta mereka membesarkan anaknya agar menjadi pribadi yang baik dan penerus bangsa yang membanggakan.
Banyak organisasi-organisasi baik di desa maupun di sekolah. Baik itu karang taruna, pramuka, PMR, OSIS ataupun lainnya. Tak jarang organisasi-organisasi tersebut mengadakan kumpul bersama untuk membahas suatu masalah atau program yang akan dilakukan. Namun, generasi muda ini kumpul bersama tapi sama-sama sibuk dengan gadget masing-masing. Pembicara tidak didengarkan dengan baik, mereka sibuk chatting dengan doi sekalipun dalam forum yang formal. Miris memang, tapi itulah nyatanya. Sehingga banyak organisasi-organisasi yang dibangun, lama-lama mati karena tidak adanya rasa peduli dari generasi muda.
Ilmu dan wawasan kini dengan mudahnya diperoleh melalui gadget, bahkan tentang keadaan luar negeri pun dapat dengan mudah kita dapatkan. Mulai dari berita, kuliner, olahraga, sampai gossip terbaru tentang artis-artis. Tapi itulah, generasi muda hanya membandingkan Indonesia dengan negara lain, tanpa mencoba memperbaiki agar setara dengan negara lain. Generasi muda memuji negara lain tapi menghina negara sendiri. Entah saadar atau tidak itulah yang terkadi.
“Wah di Jepang sudah tidak macet lagi, kok Indonesia macet terus tiap hati. Gila hidup di Indonesia itu kesialan!”
“Di China tidak ada lagi gelandangan dan pengemis, di Indonesia hampir di setiap jalan ada pengemis dan gelandangan. Parah nih Indonesia!”
“Wah, drama dan film di Korea bagus-bagus, nggak kayak sinetron Indonesia. Panjang nggak mutu lagi!”
“Wah, kuliah di luar negeri gratis buat warganya, di Indonesia kok biayanya mahal banget!”
“Budaya Negara Amerika bagus banget, kok budayanya Indonesia kuno banget ya. Malu-maluin aja!”
Seperti itulah cara generasi muda mencintai negerinya. Dengan menghina dan membanding-bandingkan dengan negara lain. Membandingkan untuk maju itu adalah hal baik, tapi membandingkan untuk menghina siapalah yang mau? Melihat keunggulan negara lain untuk menjadikan motivasi untuk membangun negeri itulah yang seharusnya generasi muda lakukan. Bukan malah menghina Indonesia, cintailah apa yang kita punya sebelum apa yang kita punya hilang diambil orang lain. Sebagai generasi muda kita harus belajar dari negara lain, tapi bukan berarti menghina negera sendiri. Mengapa negara A bisa maju? Dimana letak perbedaan itu dan perbaiki. Satu jawab yang kutahu adalah generasi muda yang peduli dan berintegritas. Karena itu pedulilah pada negara dan buat terobosan-terobosan terbaru yang akan memajukan Indonesia serta tidak kalah bersanding dengan negara lain.
Banyak generasi muda yang meniru gaya ala-ala korea maupun ala-ala kebaratan. Mereka lupa bahwa Indonesia memiliki  budaya sendiri yang tidak kalah jika dibandingkan dengan negara lain, mulai dari baju adat, bahasa khas daerah, makanan khas, tarian, pesona alam dan pariwisata. Indonesia memiliki itu semua. Tapi tak sedikit generasi muda yang mengagung-agungkan negara lain, dan melupakan budaya sendiri. Generasi muda lebih suka makan steak dan burger daripada tiwul dan nasi, generasi muda lebih suka dance daripada tari tardisional, generasi muda lebih suka berlibur di luar negeri daripada di negeri sendiri, generasi muda meniru gaya negara lain daripada melestarikan budaya bangsa. Ya, menjadikan budaya asing sebagai wawasan itu sah-sah saja tapi melestarikan budaya sendiri itu sebuah kewajiban.
Era digital banyak memberi manfaat bagi peradaban, tapi tak sedikit yang menyalahgunakannya untuk hal negatif. Karena itu jangan biarkan gadget mempengaruhi diri, jadikan gadget sebagai alat bantu untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman, jadikan gadget untuk menambah wawasan, jadikan gadget sebagai sarana untuk melestarikan budaya bangsa, jadikan jadget untuk membangun bangsa ini semakin lebih baik lagi.
Kita adalah generasi muda penerus bangsa. Ya, kita adalah generasi muda Negara Indonesia. Saya akui tak mudah untuk lepas dari gadget di era digital ini. Saya pun sedang mencoba untuk lepas dari kecanduan gadget, karena itu marilah kita sama-sama belajar menggunakan gadget untuk hal yang bermanfaat. Marilah kita sama-sama, saling bahu membahu membangun bangsa. Aku tanpa kamu tidak akan menjadi kita, dan ketika kita bersatu membulatkan tekad untuk membangun kepedulian pada Negara ini, bukan hal yang mustahil untuk membuat Indonesia setara bahkan lebih unggul dari negara lain. Ayo sama-sama jadikan gadget sebagai alat bantu kita, bukan gadget yang menggerakkan kita. Mari bangun kepedulian, buatlah ayah ibu kita bangga, buatlah  Indonesia bangga memiliki generasi muda seperti aku dan kamu.
Bintaro, 13-14 Agustus 2017

Comments

Popular posts from this blog

ARTIKEL BADMINTON/BULU TANGKIS DALAM BAHASA INGGRIS DAN ARTINYA

CONTOH SOAL AKUNTANSI (transaksi)

contoh soal akuntansi buku besar pembantu